Monday, 1 September 2014

BABI, SUMBER BAKTERI YANG MENGALAMI EVOLUSI RESISTEN ANTIBIOTIK

Jurnal Referensi Utama : Oppliger et al,. 2012. Antimicrobial Resistance of
Staphylococcus aureus Strains Acquired by Pig Farmers from Pigs. Appl. Environ. Microbiol. 2012, 78(22):8010.

Peternakan babi dilakukan oleh beberapa kalangan tertentu untuk mendapatkan dagingnya. Babi ada yang diternakkan secara bebas, dibatasi di sekitar ladang, di dalam kandang tradisional, hingga di dalam peternakan pabrik. Sejumlah bakteri berbahaya ditemukan dalam daging babi potong di Amerika Serikat. Sebuah analisis dari majalah Consumer Reports pada Januari 2013, mengungkapkan bahwwa 69% dari sampel daging babi di seluruh AS dinyatakan positif mengandung bakteri Yersinia enterocolitica, bakteri yang menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dapat menyebabkan demam, sakit perut dan diare. 7% dari sampel daging babi juga mengandung bakteri berbahaya, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes, yang merupakan penyebab penyakit bawaan makanan.
Selain bakteri yang dapat menyebabkan penyakit secara langsung terhadap manusia, babi juga mengandung bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Tingginya cemaran bakteri yang kebal antibiotik pada daging binatang ternak, khususnya daging babi, mengindikasikan parahnya penyalahgunaan antibiotik di industri peternakan.


Bagaimana peternak babi terpapar bakteri resisten antibiotik?
Hasil penelitian Oppliger, et al. (2012) menyebutkan bahwa peternak babi dan dokter hewan memiliki bakteri resisten strain Staphylococcus aureus yang lebih tinggi daripada orang yang tidak pernah mengalami kontak dengan babi. Kontak dengan babi bukan hanya dapat beresiko terkena MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) tetapi juga dapat terkena strain S. aureus yang sensitif terhadap methicillin atau yang dikenal dengan nama Methicillin-susceptible Staphylococcus aureus (MSSA). MSSA ini juga diidentifikasi sebagai resisten terhadap tetrasiklin.

Tingkat resistensi antimikroba antara isolat mikroba pada babi, petani, dan dokter hewan adalah hampir sama. Resistensi antimikroba yang tinggi dari strain S. aureus yang dibawa oleh petani dan dokter hewan jelas terkait dengan fakta bahwa komposisi genotipe S. aureus dari babi dan dari petani yang sangat mirip, mengindikasikan bahwa S. aureus mudah ditularkan dari babi ke manusia yang tetap berhubungan dengan hewan-hewan ini.
Dari hasil penelitian, rute penularan untuk Staphylococcus spp. adalah dengan kontak langsung. Namun, diduga bahwa menghirup udara yang terkontaminasi mungkin memainkan peranan penting, karena Methicillin-susceptible Staphylococcus aureus (MSSA) dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terdeteksi di udara dalam kadang hewan.

Mikroba resisten antibiotik dalam daging babi
Bakteri MRSA adalah bakteri dengan karakteristik yang sulit untuk diobati ketika telah terinfeksi. Bakteri ini berkembang dan resisten terhadap antibiotik golongan beta laktam, termasuk penisilin. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, meticillin bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Prosesnya menghambat cross-linkage antara rantai polimer peptidoglikan linier yang merupakan pembentuk komponen utama dari dinding sel bakteri Gram-positif. Hal ini terjadi dengan cara pengikatan dan penghambatan secara kompetitif enzim transpeptidase yang digunakan oleh bakteri untuk cross-link peptida (D-alanyl-alanine) dalam sintesis peptidoglikan. Meticillin dan antibiotik beta-laktam lainnya adalah analog struktural dari D-alanyl-alanin, dan yang terikat dengan enzim transpeptidase, dimana ikatan tersebut dikenal dengan penicillin-binding protein.

Mengapa Mikroba dalam daging babi mengalami resitensi?
Peternakan-peternakan besar di seluruh dunia sering menggunakan antibiotik dalam dosis rendah untuk membantu ternak tumbuh lebih cepat dan sehat, namun dengan memberikan makanan yang lebih sedikit. Mereka memberi antibiotik pada pakan ternak dan air yang diberikan pada sapi, ayam dan babi (http://www.voaindonesia.com/content/as-imbau-peternak-hentikan-penggunaan-antibiotika/18318 49.html ). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Barton pada tahun 2000, pemberian antibiotik pada hewan dapat memacu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promotors/ AGP) yang mempunyai kontribusi terjadinya resistensi antibiotik baik pada manusia maupun hewan.

Resistensi antibiotik ini dapat terjadi karena beberapa bakteri patogen bisa menghasilkan semacam nitric oxide yang memproduksi enzim yang membuatnya jadi resisten terhadap antibiotik. Antibiotik membuat bakteri memproduksi lebih banyak jenis reaktif oksigen. Hal itu akan merusak DNA dan membuat bakteri tak bisa bertahan, bahkan mati. Nitric oxide dikeluarkan bakteri untuk melindunginya dari oxidatif stress (Nudler dalam jurnal Science). Selain produksi nitric oxide, resistensi antibiotik juga dapat dipicu oleh mutasi dan penambahan resistensi gen (acquation of resistance genes). Pada umumnya, efek dari mutasi tersebut adalah terjadinya modifikasi protein, yaitu terjadinya penurunan afinitas ikatan protein bakteri dengan antibiotik, sehingga antibiotik akan kehilangan kemampuannya untuk membunuh bakteri. Acquation of resistance genes ini dapat terjadi secara spontan dan juga didapatkan dengan cara pertukaran gen secara horizontal yang diransmisi dari plasmid gen yang resisten sehingga memberikan efek resistensi antibiotik terhadap bakteri yang lain. Selanjutnya, bakteri yang kebal itu dengan cepat berkembang biak dan menghasilkan koloni baru dan makin sulit dilumpuhkan.

Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri, Uni Eropa telah mengimplementasikan legislasi Directive 70/524 tentang penggunaan antibiotik sebagai feed additive dengan dosis maksimum dan minimum, periode withdrawl sampai penyembelihan. Selain itu, praktik-praktik kebersihan standar peternak babi seperti mencuci tangan setelah setiap kontak dengan babi, dan penggunaan pakaian kerja (piggery spesifik) harus diperkuat, dengan menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan saat menangani hewan dan masker respirator ketika melakukan kegiatan yang menghasilkan banyak debu.

Prof. Kuswandi dari Universitas Gajah Mada menyatakan bahwa untuk menghancurkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik dapat dilakukan dengan membuat vaksin untuk melawan bakteri tersebut. Pada strategi ini, vaksin berisi protein bakteri yang dapat memompa antibiotika keluar dari sel bakteri. Melalui vaksin tersebut, tubuh seseorang akan mengembangkan respon imun terhadap bakteri yang resisten dan akibatnya bakteri akan dihancurkan. Selain itu, strategi penggunaan bakteriofag/virus bakteri, mengisolasi obat dari tanaman serta membuat antibiotika secara sintetik yang terbalik diyakini mampu memperlama munculnya resistensi bakteri.




Referensi :
Anonim. 2012. Penelitian: Babi Bawa Evolusi Bakteri Kebal Antibiotik. http://www.republika.co.id /berita/trendtek/sains/12/02/25/lzw3bj-penelitian-babi-bawa-evolusi-bakteri-kebal-antibiotik.

Anonim. 2014. AS Imbau Peternak Hentikan Penggunaan Antibiotika. http://www.voaindonesia. com/content/as-imbau-peternak-hentikan-penggunaan-antibiotika/1831849.html

BARTON, M.D. 2000. Antibiotic use in animal feed and its impact on human health. Nutrition Research Reviews. 13 (2): 1-19.

Nurani, Niken. 2012. Waspada, banyak bakteri berbahaya di daging babi. http://health. okezone.com/read/2012/11/29/482/724873/waspada-banyak-bakteri-berbahaya-di-daging-babi .

Oppliger, et al. 2012. Antimicrobial Resistance of Staphylococcus aureus Strains Acquired by Pig Farmers from Pigs. Appl. Environ. Microbiol. 2012, 78(22) : 8010.

UGM, Portal. 2011. Prof. Kuswandi : Resistensi Bakteri terhadap Antibiotika Kian Meningkat. http://farmasi.ugm.ac.id/berita-149-prof-kuswandi--resistensi-bakteri-terhadap-antibiotika-kian-meningkat.html



No comments:

Post a Comment